Juli 2018 saya mewawancarai Duta Besar Republik Islam Afghanistan, Roya Rahmani.
Dubes Rahmani lahir di Kabul tahun 1978, setahun sebelum Uni Soviet menginvasi negara itu. Keluarganya mengungsi ke Pakistan, lalu mereka pindah ke Kanada. Dubes Rahmani mendapatkan gelar sarjana di bidang software dari McGill University. Setelah itu ia melanjutkan pendidikan dan mendapatkan gelar master di bidang publik administrasi dari Columbia University, Amerika Serikat.
Hal utama yang kami bicarakan dalam wawancara itu adalah tentang undangan yang disampaikan pemerintah Afghanistan kepada Taliban untuk ikut dalam proses demokrasi.
Rencananya, di bulan Oktober 2018 akan digelar pemilihan anggota Parlemen, lalu di bulan April 2019 akan digelar pemilihan presiden. Pemilihan diikuti 3,2 juta pemilih dari sekitar hampir 10 juta pemilih yang terdaftar.
Sementara pemilihan presiden terpaksa diundur ke bulan Juli 2019, dengan partisipasi yang lebih rendah, hanya sekitar 1 juta pemilih yang memberikan suara.
Ketika menyampaikan undangan pada Taliban itu, Presiden Afghanistan Ashraf Ghani kelihatan yakin sekali bahwa melibatkan Taliban dalam proses demokrasi liberal seperti yang diteorikan Francis Fukuyama dalam “The End of History” akan menjadi satu-satunya panasea untuk menyelesaikan berbagai persoalan yg dihadapi Afghanistan -- dan bahkan setiap negara/bangsa. (Belakangan Fukuyama menyadari pikirannya itu salah. Dia “meralat" teori itu di dalam buku “The Origin of Political Order”.)
Di akhir wawancara, saya katakan kepada Dubes Rahmani bahwa dirinya akan memiliki karier yang cerah.
Tidak lama setelah wawancara itu, Dubes Rahmani dipromosi menjadi Dubes Afghanistan di Washington DC. Sampai bulan Juli lalu.
Dubes Rahmani diganti dengan Dubes Adela Raz yang juga seorang wanita.
Sampai potongan rekaman ini ditayangkan, saya masih berusaha menghubungi Dubes Rahmani kembali.